Kamis, 22 Desember 2011

NILAI BUDAYA BANGSA

Bangsa kita memiliki nilai budaya yang luhur, yang dapat dijadikan pilar dan filter terhadap berbagai pengaruh yang negatif, serta sebagai pendukung bagi nilai dan pengaruh, yang membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh adalah “Pela Gandong” di Ambon untuk landasan kerukunan, pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” untuk keteladanan, “rawe-rawe rantas malang-malang putung” sebagai symbol kebersamaan, dan “silih-asah silih-asih dan silih-asuh untuk acuan pendidikan masyarakat. Bukankah nilai budaya ini juga akan menjadi faktor pendukung sekaligus pilar terhadap globalisasi.
Tiga hal tersebut merupakan faktor pendukung dan sekaligus menjadi pilar terhadap pengaruh negative yang perlu diperkokoh dalam rangka memasuki era globalisasi.
Marilah kita melihat kembali globalisasi. Menurut Emil Salim (Mimbar Pendidikan, 1989), terdapat 4 bidang kekuatan gelombang globalisasi yang paling menonjol, yaitu;
1. Kekuatan pertama yang membuat dunia menjadi transparan dan sempit adalah gelombang perkembangan IPTEK yang amat tinggi. Kekuatan ini Nampak antara lain penggunaan computer dan satelit. Dengan teknologi ini sekaran orang dapat dengan cepat dapat menghimpun informasi dunia dengan rinci tentang segala hal, misalnya kekayaan laut, hutan, dan lain-lain. Dengan kemajuan IPTEK yang begitu kuat pengaruhnya sehingga dapat mengubah perspektif atau sikap, pandangan dan perilaku orang. Dengan kemajuan ini pula bahwa sekarang orang dapat berkomunikasi dengan cepat dimanapun mereka berada melalui handphone, internet, dan lain-lain.
2. Kekuatan kedua adalah kekuatan ekonomi. Ekonomi global yang terjadi saat ini demikian kuat, sehingga peristiwa ekonomi yang terjadi di suatu Negara akan dapat dengan mudah diikuti dan memperngaruhi Negara lain. Globalisasi dalam ekonomi Nampak sebagai suatu keterkaitan mata rantai yang sulit dilepaskan. Krisis moneter yang melanda Indonesia saat ini, tidak terlepas dari kegiatan ekonomi di Negara-negara ASEAN dan bahkan dunia.
3. Hal ketiga yang paling banyak disoroti saat ini adalah masalah lingkungan hidup, kita masih ingat tentang peristiwa kebakaran hutan di Indonesia yang berdampak dunia. Pengaruh asap kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera dapat dirasakan di Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan Filiphina. Dampaknya sangat terasa di seluruh dunia, dimana semua penerbangan ke Indonesua tertunda karena adanya gangguan asap.
4. Politik merupakan kekuatan keempat yang dirasakan sebagai kekuatan global. Misalnya krisi Teluk dampaknya sangat dirasakan secara global di Negara-negara lain, baik dalam segi politik maupun ekonomi. Adanya kekisruhan politik dalam negeri juga berdampak besar terhadap perkembangan pariwisata, perdagangan dan sebagainya.
Kalau kita cermati hal tersebut, dampak yang dirasakan oleh dunia terhadap sesuatu gejala itu diakibatkan oleh pesatnya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan IPTEK menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang yang satu dengan lainnya, antara Negara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan semakin cepat pula mengalirnya. Oleh karena itu diyakini bahwa orang yang menguasai informasi itu yang akan menguasai dunia.
Masalah lingkungan hidup saat ini sudah merupakan masalah dunia dan bukan hanya masalah Negara yang bersangkutan. Kita masih ingat bahwa Singapura, Jepang, Australia, dan Amerika mengirimkan bantuan ke Indonesia untuk memadamkan api tersebut. Bukankah itu menjadi bukti bahwa masalah lingkungan hidup merupakan masalah global.
Benar apa yang dikatakan Adikusumo (Mimbar Pendidikan, 1989) bahwa globalisasi adalah spectrum perubahan social yang sulit diantisipasi. Perubahan berskala global berlangsung dengan dimensi aspirasi manusia pada akhir abad 20, yang ditandai dengan cirri khas berupa kekentalan informasi.
Globalisasi ditandai dengan abad serba berubah, era kompetitif, dan era informasi. Oleh karena globalisasi merupakan dampak dari kemajuan IPTEK maka untuk menguasainya juga kita harus menguasai IPTEK. Salah satu cara untuk menguasai IPTEK ini adalah meningkatkan pendidikan bangsa Indonesia.
Saat ini sering kita dengar istilah alih teknologi. Inipun tidak akan menolong banyak tanpa kita menguasai IPTEK-nya itu sendiri. Dengan menguasai IPTEK kita dapat menjinakkan globalisasi. Dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kita tidak hanya pintar mengekor, mengikuti arahnya globalisasi tanpa kendali, akan tetapi kita harus dapat mengendalikan globalisasi sesuai dengan akar budaya bangsa kita sendiri.
Kalau kita melihat kembali gelombang dasyhat dari globalisasi ini, yaitu dalam bidang IPTEK, ekonomi, lingkungan dan politik, maka faktor nasionalisme, norma dan agama, serta nilai budaya, secara bersinergi dapat menjinakkan globalisasi. Globalisasi bukan lagi hal yang menakutkan tetapi sesuatu yang didambakan. Perluanya sikap terbuka dan tanggap terhadap persoalan global.
Sebagai seorang guru tidak perlu kaget dan merasa asing terhadap globalisasi, akan tetapi diperlukan kesiapan dengan menambah pengetahuan, meningkatkan kesadran dan mempeluas wawasan. Selain itu juga diperlukan sikap terbuka untuk setian pembaruan.
Perlu kita sadari bahwa globalisasi mempunya dampak positif dan negatif. Positif karena kita dapat mengambil keuntungan dengan perkembangan ilmu dan kemajuan dari Negara lain, akan tetapi akan berubah menjadi dampak negative apabila kita tidak mempersiapkan diri dengan berbagai bekal pengetahuan, norma dan ideology yang kuat. Apabila kita tidak siap kita akan tergilas, dan jauh ketinggalan bangsa lain.
Dalam kaitannya dengan globalisasi ini ada suatu mitos yaitu “think globally and act”. Orang harus berfikir dan berwawasan secara global, akan tetapi tidak melupakan landasan kita yaitu nasionalisme, agama dan norma serta nilai budaya yang ada, karena itu sebagai identitas bangsa kita. Namun kita juga tidak perlu meninggalkan masalah lokal karena kita hadapi dan kita rasakan secara langsung sehari-hari. Untuk kepentingan global kita harus mulai dari masalah lokal. Inilah yang menurut Steiner (1996) sebagai peran “global teacher” atau guru global, yaitu kita yang berwawasan global namun bertindak dari lokal sehingga mencapai yang lebih lokal. Sebagai contoh adalah peristiwa kebakaran hutan, walaupun dampaknya mendunia dan mengglobal, namun kita tidak perlu menunggu bantuan dari PBB untuk memadamkannya. Kita sendiri berusaha untuk memadamkannya, karena itu terjadi di daerah kita.
Sebaliknya ada masalah-masalah global yang berdampak lokal atau nasional. Sebagai contoh adalah pengaruh La Nina yang menyebarkan perubahan musim yang tidak teratur, ini disebabkan oleh adanya penurunan suhu udara di sekitar daerah ekuator. Akibatnya memperngaruhi system pertanian di daerah kita. Untuk ini kita harus menyesuaikan dengan perubahan system tersebut, misalnya jenis tanaman, serta penyesuaian musim tanam.
Cirri-ciri globalisasi yaitu,
a. Padat informasi
b. Kompetisi yang sehat
c. Komunikasi yang lancar
d. Keterbukaan
Dengan demikian dalam era globalisasi ini informasi menjadi sangat penting, maka kuasailah informasi. Informasi ibarat darah dalam tubuh apabila kita ingin bertahan hidup maka kita harus menguasai informasi.
Dalam globalisasi kita menyadari bahwa setiap bangsa adalah saling bersaing dan berpacu dengan segala perubahan dan kemajuan. Kita akan kalah dalam persaingan kalau kita tidak siap dan tidak mengantisipasinya. Kesiapan kita dalam bersaing adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Mochtar Buchari (Mimbar Pendidikan, 1989), peningkatan daya saing itu adalah dalam hal berikut ini;
1. Peningkatan produksi dan mutu produk.
2. Penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan secara internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar